Minggu, 06 Februari 2011

Teknik Reportase atau Teknik Meliput Berita

Teknik reportase atau teknik peliputan berita merupakan hal mendasar yang perlu dikuasai para jurnalis. Namun, membahas teknik reportase, berarti juga membahas bagaimana cara media bekerja, sebelum mereka memutuskan untuk meliput suatu acara, kegiatan atau peristiwa.

Setiap media memiliki apa yang disebut kriteria kelayakan berita. Selain itu, mereka juga memiliki apa yang disebut kebijakan redaksional (editorial policy). Kriteria kelayakan berita itu bersifat umum (universal), dan tak jauh berbeda antara satu media dengan media yang lain. Sedangkan kebijakan redaksional setiap media bisa berbeda, tergantung visi dan misi atau ideologi yang dianutnya.

Perbedaan visi, misi dan ideologi ini akan berpengaruh pada sudut pandang atau angle peliputan. Dua media yang berbeda bisa mengambil sudut pandang yang berbeda terhadap suatu peristiwa yang sama. Bandingkan, misalnya, cara pandang redaktur harian Kompas dan Republika terhadap RUU Anti Pornografi dan Pornoaksi, yang telah memancing kontroversi sengit di sejumlah kalangan belum lama ini.

Terakhir, tentu saja segmen khalayak yang dilayani tiap media juga berbeda-beda. Keinginan media untuk memuaskan kebutuhan segmen khalayak tersebut secara tak langsung juga berarti melakukan seleksi terhadap apa yang layak dan tidak layak diliput. Trans TV, misalnya, memilih khalayak dari kalangan sosial-ekonomi menengah ke atas. Majalah Femina membidik pasar kaum perempuan berusia menengah ke atas, yang tinggal atau bekerja di perkotaan. Sedangkan Radio Hardrock FM mengejar pasar kaum muda di Jakarta.

Kelayakan Berita
Berikut ini adalah sejumlah kriteria kelayakan berita, yang bersifat umum untuk semua media:

Penting. Suatu peristiwa diliput jika dianggap punya arti penting bagi mayoritas khalayak pembaca, pendengar, atau pemirsa. Tentu saja, media tidak akan rela memberikan space atau durasinya untuk materi liputan yang remeh. Kenaikan harga bahan bakar minyak, pemberlakuan undang-undang perpajakan yang baru, kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM), dan sebagainya, jelas penting karena punya dampak langsung pada kehidupan khalayak.

Aktual.
Suatu peristiwa dianggap layak diliput jika baru terjadi. Maka, ada ungkapan tentang berita "hangat," artinya belum lama terjadi dan masih jadi bahan pembicaraan di masyarakat. Kalau peristiwa itu sudah lama terjadi, tentu tak bisa disebut berita "hangat," tetapi lebih pas disebut berita "basi." Namun, pengertian "baru terjadi" di sini bisa berbeda, tergantung jenis medianya. Untuk majalah mingguan, peristiwa yang terjadi minggu lalu masih bisa dikemas dan dimuat. Untuk suratkabar harian, istilah "baru" berarti peristiwa kemarin. Untuk media radio dan televisi, berkat kemajuan teknologi telekomunikasi, makna "baru" adalah beberapa jam sebelumnya atau "seketika" (real time). Contohnya, siaran langsung pertandingan sepakbola Piala Dunia.

Unik. Suatu peristiwa diliput karena punya unsur keunikan, kekhasan, atau tidak biasa. Orang digigit anjing, itu biasa. Tetapi, orang mengigit anjing, itu unik dan luar biasa. Contoh lain: Seorang mahasiswa yang berangkat kuliah setiap hari, itu kejadian rutin dan biasa. Tetapi, jika seorang mahasiswa menembak dosennya, karena bertahun-tahun tidak pernah diluluskan, itu unik dan luar biasa. Di sekitar kita, selalu ada peristiwa yang unik dan tidak biasa.
Asas Kedekatan (proximity). Suatu peristiwa yang terjadi dekat dengan kita (khalayak media), lebih layak diliput ketimbang peristiwa yang terjadi jauh dari kita. Kebakaran yang menimpa sebuah pasar swalayan di Jakarta tentu lebih perlu diberitakan ketimbang peristiwa yang sama tetapi terjadi di Ghana, Afrika. Perlu dijelaskan di sini bahwa "kedekatan" itu tidak harus berarti kedekatan fisik atau kedekatan geografis. Ada juga kedekatan yang bersifat emosional. Agresi Israel terhadap warga Palestina di Tepi Barat dan Jalur Gaza, misalnya, secara geografis jauh dari kita, tetapi secara emosional tampaknya cukup dekat bagi khalayak media di Indonesia.

Asas Keterkenalan (prominence). Nama terkenal bisa menjadikan berita. Sejumlah media pada Juni-Juli 2006 ini ramai memberitakan kasus perceraian artis Tamara Bleszynski dan suaminya Teuku Rafli Pasha, serta perebutan hak asuh atas anak antara keduanya. Padahal di Indonesia ada ratusan atau bahkan ribuan pasangan lain, yang bercerai dan terlibat sengketa rumah tangga. Namun, mengapa mereka tidak diliput? Ya, karena sebagai bintang sinetron dan bintang iklan sabun Lux, Tamara adalah figur selebritas terkenal.

Magnitude. Mendengar istilah magnitude, mungkin mengingatkan Anda pada gempa bumi. Benar. Magnitude ini berarti "kekuatan" dari suatu peristiwa. Gempa berkekuatan 6,9 skala Richter pasti jauh lebih besar dampak kerusakannya, dibandingkan gempa berkekuatan 3,1 skala Richter. Dalam konteks peristiwa untuk diliput, sebuah aksi demonstrasi yang dilakukan 10.000 buruh, tentu lebih besar magnitude-nya ketimbang demonstrasi yang cuma diikuti 100 buruh. Kecelakaan kereta api yang menewaskan 200 orang pasti lebih besar magnitude-nya daripada serempetan antara becak dan angkot, yang hanya membuat penumpang becak menderita lecet-lecet. Semakin besar magnitude-nya, semakin layak peristiwa itu diliput.

Human Interest. Suatu peristiwa yang menyangkut manusia, selalu menarik diliput. Mungkin sudah menjadi bawaan kita untuk selalu ingin tahu tentang orang lain. Apalagi yang melibatkan drama, seperti: penderitaan, kesedihan, kebahagiaan, harapan, perjuangan, dan lain-lain. Topik-topik kemanusiaan semacam ini biasanya disajikan dalam bentuk feature.
Unsur konflik. Konflik, seperti juga berbagai hal lain yang menyangkut hubungan antar-manusia, juga menarik untuk diliput. Ketika ppahlawan sepakbola Perancis, Zinedine Zidane, "menanduk" pemain Italia, Marco Materrazzi, dalam pertandingan final Piala Dunia, Juli 2006 lalu, ini menarik diliput. Mengapa? Ya, karena sangat menonjol unsur konflik dan kontroversinya. Bahkan, kontroversi kasus Zidane ini lebih menarik daripada pertandingan antara kesebelasan Perancis dan Italia itu sendiri.

Trend. Sesuatu yang sedang menjadi trend atau menggejala di kalangan masyarakat, patut mendapat perhatian untuk diliput media. Pengertian trend adalah sesuatu yang diikuti oleh orang banyak, bukan satu-dua orang saja. Misalnya, suatu gaya mode tertentu yang unik, perilaku kekerasan antar warga masyarakat yang sering terjadi, tawuran antarpelajar, dan sebagainya.
Dalam memilih topik liputan, bisa saja tergabung beberapa kriteria kelayakan. Misalnya, kasus mantan anggota The Beatles, John Lennon, yang pada 1980 tewas ditembak di depan apartemennya di New York oleh Mark Chapman. Padahal beberapa jam sebelumnya, Chapman sempat meminta tanda tangan Lennon. Chapman mengatakan, ia mendengar "suara-suara" di telinganya yang menyuruhnya membunuh Lennon.
Mari kita lihat kriteria kelayakan berita ini. Pertama, Lennon adalah seorang selebritas yang terkenal di seluruh dunia (unsur keterkenalan). Kedua, penembakan terhadap seorang bintang oleh penggemarnya sendiri, jelas peristiwa luar biasa dan jarang terjadi (unsur keunikan). Ketiga, meskipun peristiwa itu terjadi di lokasi yang jauh dari Indonesia, para penggemar The Beatles di Indonesia pasti merasakan kesedihan mendalam akibat tewasnya Lennon tersebut (unsur kedekatan emosional). Dan seterusnya.

Proses pembuatan berita

Proses pembuatan berita pada prinsipnya tak banyak berbeda di semua media. Di media yang sudah mapan, biasanya telah dibuat semacam prosedur operasional standar (SOP) dalam pembuatan berita, untuk menjaga kualitas berita yang dihasilkan.
Proses pembuatan berita biasanya dimulai dari rapat redaksi, yang juga merupakan jantung operasional media pemberitaan. Rapat redaksi merupakan kegiatan rutin, yang penting bagi pengembangan dan peningkatan kualitas berita yang dihasilkan.
Dalam rapat redaksi ini, para reporter, juru kamera, redaktur, bisa mengajukan usulan-usulan topik liputan. Usulan itu sendiri bisa berasal dari berbagai sumber. Misalnya: Undangan liputan dari pihak luar, konferensi pers, siaran pers, berita yang sudah dimuat atau ditayangkan di media lain, hasil pengamatan pribadi si
jurnalis, masukan dari narasumber/informan, dan sebagainya.

Sasaran Rapat Redaksi:

1. Untuk mengkoordinasikan kebijakan redaksi dan liputan.
2. Untuk menjaga kelancaran komunikasi antar staf redaksi (komunikasi antara reporter, juru kamera, staf riset, redaktur, dan sebagainya).
3. Untuk memecahkan masalah yang timbul sedini mungkin (potensi hambatan teknis dalam peliputan, keterbatasan sarana/alat untuk peliputan, keamanan dalam peliputan, dan sebagainya)
4. Untuk menghasilkan hasil liputan yang berkualitas.
Dari rapat redaksi ini, ditentukan topik yang mau diliput, sekaligus ditunjuk reporter (plusjuru kamera) yang harus meliputnya. Dalam pembahasan yang lebih rinci, bisa dibahas juga angle (sudut pandang) yang dipilih dari topik liputan bersangkutan, serta narasumber yang harus diwawancarai. Untuk kelengkapan data, staf riset bisa diminta mencari data tambahan guna menyempurnakan hasil liputan nantinya.
Sesudah tugas dibagikan secara jelas dalam rapat redaksi, dan redaktur memberi brifing pada reporter, berbekal informasi dan arahan tersebut, si reporter pun meluncur ke lapangan. Dalam proses peliputan, bila ada masalah atau hambatan dalam liputan di lapangan,si reporter dapat berkonsultasi langsung dengan redaktur yang menugaskannya. Hambatan itu, misalnya, narasumber menolak diwawancarai, atau peristiwa yang diliput ternyata tidak seperti yang dibayangkan.

Setelah selesai meliput, si reporter kembali ke kantor, dan melaporkan hasil liputannya kepada redaktur yang memberi penugasan. Sang redaktur lalu membuat penilaian, apakah hasil liputan itu sudah sesuai dengan rancangan awal, yang sebelumnya ditetapkan dalam rapat redaksi. Apakah ada hal-hal yang baru, yang mungkin lebih menarik diangkat dalam penulisan. Atau, sebaliknya, hasil liputan ternyata justru biasa saja, tidak sehebat atau sedramatis yang diharapkan.
Redaktur juga melihat, apakah ada hal yang kurang terliput oleh si reporter. Apakah hasil liputan sudah lengkap? Redaktur juga mempertimbangkan asas keberimbangan dan proporsionalitas dalam isi pemberitaan. Misalnya, apakah jumlah narasumber yang diwawancarai sudah cukup? Apakah narasumber yang diwawancarai itu sudah mewakili berbagai kepentingan yang terlibat?

Berdasarkan berbagai pertimbangan itu, redaktur mengusulkan di mana berita itu akan ditempatkan. Di sejumlah media, ada rapat khusus (kadang-kadang disebut rapat budgeting, meski ini tidak ada hubungannya dengan uang) untuk membahas penempatan berita. Namun, dalam rapat ini, reporter tidak ikut serta karena sudah diwakili oleh redakturnya. Di rapat ini dibahas, apakah hasil liputan itu layak untuk berita utama di halaman pertama, atau sekadar layak untuk dimuat pendek di halaman dalam, atau justru tidak layak dimuat sama sekali.

Sesudah jelas, berita itu akan dimuat di halaman mana, seberapa panjangnya, serta penekanan pada aspek yang mana, si reporter disuruh menuliskannya. Hasil tulisan diserahkan kepada redaktur terkait, untuk disunting dari segi bahasa dan isinya. Sebelum berita ini dimuat, kadang-kadang harus melalui proses penyuntingan bahasa oleh editor atau penyunting yang khusus memeriksa gaya bahasa. Jika isi berita itu dianggap layak jadi berita utama, biasanya redaktur pelaksana atau pemimpin redaksi juga bisa ikut terlibat.

Kemudian, berita pun dimuat. Demikianlah proses pembuatan berita pada umumnya di media cetak. Khusus untuk media televisi (audio-visual), faktor ketersediaan gambar ikut berpengaruh, bahkan sangat berpengaruh, mengenai apakah suatu item berita akan ditayangkan atau tidak. Kalaupun ditayangkan, format penayangannya juga banyak tergantung pada ketersediaan gambar.
Menggali Informasi
Tugas seorang reporter pada dasarnya adalah mengumpulkan informasi, yang membantu publik untuk memahami peristiwa-peristiwa yang mempengaruhi kehidupan mereka. Penggalian informasi ini membawa sang reporter untuk melalui tiga lapisan atau tahapan peliputan:

Lapisan pertama, adalah fakta-fakta permukaan. Seperti: siaran pers, konferensi pers, rekaman pidato, dan sebagainya. Lapisan pertama ini adalah sumber bagi fakta-fakta, yang digunakan pada sebagian besar berita. Informasi ini digali dari bahan yang disediakan dan dikontrol oleh narasumber. Oleh karena itu, isinya mungkin masih sangat sepihak. Jika reporter hanya mengandalkan informasi lapisan pertama, perbedaan antara jurnalisme dan siaran pers humas menjadi sangat tipis.

Lapisan kedua, adalah upaya pelaporan yang dilakukan sendiri oleh si reporter. Di sini, sang reporter melakukan verifikasi, pelaporan investigatif, liputan atas peristiwa-peristiwa spontan, dan sebagainya. Di sini, peristiwa sudah bergerak di luar kontrol narasumber awal. Misalnya, ketika si reporter tidak mentah-mentah menelan begitu saja keterangan Humas PT. Lapindo Brantas, tetapi si reporter datang ke lokasi meluapnya lumpur, dan mewawancarai langsung para warga korban lumpur di Sidoarjo, Jawa Timur.

Lapisan ketiga, adalah interpretasi (penafsiran) dan analisis. Di sini si reporter menguraikan signifikansi atau arti penting suatu peristiwa, penyebab-penyebabnya, dan konsekuensinya. Publik tidak sekadar ingin tahu apa yang terjadi, tetapi mereka juga ingin tahu bagaimana dan mengapa peristiwa itu terjadi. Apa makna peristiwa itu bagi mereka, dan apa yang mungkin terjadi sesudahnya (dampak susulan dari peristiwa tersebut).

Seorang reporter harus selalu berusaha mengamati peristiwa secara langsung, ketimbang hanya mengandalkan pada sumber-sumber lain, yang kadang-kadang berusaha memanipulasi atau memanfaatkan pers. Salah satu taktik yang dilakukan narasumber adalah mengadakan media event, yakni suatu tindakan yang sengaja dilakukan untuk menarik perhatian media.

Verifikasi, pengecekan latar belakang, observasi langsung, dan langkah peliputan yang serius bisa memperkuat, dan kadang-kadang membenarkan bahan-bahan awal yang disediakan narasumber.

Teknik Wawancara

Wawancara merupakan salah satu bagian terpenting dalam tugas jurnalistik. Wawancara merupakan proses pencarian data berupa pendapat/pandangan/pengamatan seseorang yang akan digunakan sebagai salah satu bahan penulisan karya jurnalistik.
Wawancara VS Reportase

Apakah wawancara sama dengan reportase? Jawabannya adalah tidak. Reportase memiliki ruang lingkup yang jauh lebih luas daripada wawancara, sedangkan wawancara merupakan salah satu jenis teknik reportase.

Reportase dapat diartikan sebagai proses pengumpulan data yang digunakan untuk penulisan karya jusnalistik. Objek pengumpulan data tersebut dapat berupa manusia, makhluk hidup selain manusia, buku-buku, tempat bersejarah, dan sebagainya. Suatu reportase disebut sebagai wawancara jika objek reportasenya adalah manusia.

Ada beberapa jenis wawancara, yaitu:
1. Man in the street interview. Cara ini dilakukan bila kita ingin mengetahui pendapat umum masyarakat terhadap isu/persoalan yang hendak kita angkat menjadi bahan berita.

2. Casual interview
, atau disebut juga wawancara mendadak. Ini adalah jenis wawancara yang dilakukan tanpa persiapan/perencanaan sebelumnya.

3. Personality interview, yaitu wawancara yang dilakukan terhadap figur-figur publik yang terkenal, atau bisa juga terhadap orang-orang yang dianggap memiliki sifat/kebiasaan/prestasi yang unik, yang menarik untuk diangkat sebagai bahan berita.

4. News interview
, yaitu wawancara dalam rangka memperoleh informasi dan berita dari sumber-sumber yang mempunyai kredibilitas ataupun reputasi di bidangnya.
Wawancara yang Baik

Agar tugas wawancara kita dapat berhasil, maka hendaknya diperhatikan hal-hal – antara lain – sebagai berikut:

1. Lakukanlah persiapan sebelum melakukan wawancara. Persiapan tersebut menyangkut outline wawancara, penguasaan materi wawancara, pengenalan mengenai sifat/karakter/kebiasaan orang yang hendak kita wawancarai, dan sebagainya.

2. Taatilah peraturan dan norma-norma yang berlaku di tempat pelaksanaan wawancara tersebut. Sopan santun, jenis pakaian yang dikenakan, pengenalan terhadap norma/etika setempat, adalah hal-hal yang juga perlu diperhatikan agar kita dapat beradaptasi dengan lingkungan tempat pelaksanaan wawancara.

3. Jangan mendebat nara sumber. Tugas seorang pewawancara adalah mencari informasi sebanyak-banyaknya dari nara sumber, bukan berdiskusi. Jika Anda tidak setuju dengan pendapatnya, biarkan saja. Jangan didebat. Kalaupun harus didebat, sampaikan dengan nada bertanya, alias jangan terkesan membantah.

ontoh yang baik: “Tetapi apakah hal seperti itu tidak berbahaya bagi pertumbuhan iklim demokrasi itu sendiri, Pak?”

Contoh yang lebih baik lagi: “Tetapi menurut Tuan X, hal seperti itu kan berbahaya bagi pertumbuhan iklim demokrasi itu sendiri. Bagaimana pendapat Bapak?”
Contoh yang tidak baik: “Tetapi hal itu kan dapat berbahaya bagi pertumbuhan iklim demokrasi itu sendiri, Pak.”

4. Hindarilah menanyakan sesuatu yang bersifat umum, dan biasakanlah menanyakan hal-hal yang khusus. Hal ini akan sangat membantu untuk memfokuskan jawaban nara sumber.

5. Ungkapkanlah pertanyaan dengan kalimat yang sesingkat mungkin dan to the point. Selain untuk menghemat waktu, hal ini juga bertujuan agar nara sumber tidak kebingungan mencerna ucapan si pewawancara.

6. Hindari pengajuan dua pertanyaan dalam satu kali bertanya. Hal ini dapat merugikan kita sendiri, karena nara sumber biasanya cenderung untuk menjawab hanya pertanyaan terakhir yang didengarnya.

7. Pewawancara hendaknya pintar menyesuaikan diri terhadap berbagai karakter nara sumber. Untuk nara sumber yang pendiam, pewawancara hendaknya dapat melontarkan ungkapan-ungkapan pemancing yang membuat si nara sumber “buka mulut”. Sedangkan untuk nara sumber yang doyan ngomong, pewawancara hendaknya bisa mengarahkan pembicaraan agar nara sumber hanya bicara mengenai hal-hal yang berhubungan dengan materi wawancara.

8. Pewawancara juga hendaknya bisa menjalin hubungan personal dengan nara sumber, dengan cara memanfaatkan waktu luang yang tersedia sebelum dan sesudah wawancara. Kedua belah pihak dapat ngobrol mengenai hal-hal yang bersifat pribadi, atau hal- hal lain yang berguna untuk mengakrabkan diri. Ini akan sangat membantu proses wawancara itu sendiri, dan juga untuk hubungan baik dengan nara sumber di waktu-waktu yang akan datang.

9. Jika kita mewawancarai seorang tokoh yang memiliki lawan ataupun musuh tertentu, bersikaplah seolah-olah kita memihaknya, walaupun sebenarnya tidak demikian. Seperti kata pepatah, “Jangan bicara tentang kucing di depan seorang pecinta anjing”.

10. Bagi seorang reporter pers yang belum ternama, seperti pers kampus dan sebagainya, kendala terbesar dalam proses wawancara biasanya bukan wawancaranya itu sendiri, melainkan proses untuk menemui nara sumber. Agar kita dapat menemui nara sumber tertentu dengan sukses, diperlukan perjuangan dan kiat-kiat yang kreatif dan tanpa menyerah. Salah satu caranya adalah rajin bertanya kepada orang-orang yang dekat dengan nara sumber. Koreklah informasi sebanyak mungkin mengenai nara sumber tersebut, misalnya nomor teleponnya, alamat villanya, jam berapa saja dia ada di rumah dan di kantor, di mana dia bermain golf, dan sebagainya.

Media Cetak VS Media Elektronik
Bagaimana cara memperoleh/mengumpulkan berita? Caranya adalah melalui reportase, yang bertujuan untuk mengumpulkan sebanyak mungkin data yang berhubungan dengan karya jurnalistik yang akan dibuat. Pihak yang menjadi objek reportase disebut nara sumber. Nara sumber ini bisa berupa manusia, makhluk hidup selain manusia, alam, ataupun benda-benda mati. Jika nara sumbernya berupa manusia, maka reportase tersebut bernama wawancara.

Dengan demikian, ada sedikit perbedaan antara reportase dengan wawancara. Wawancara merupakan bagian dari reportase, dan reportase tidak hanya dapat dilakukan terhadap manusia. Namun perlu diingat bahwa wawancara untuk media cetak berbeda dengan wawancara untuk media elektronik. Wawancara untuk media elektronik biasanya dikemas semenarik mungkin. Sebelum wawancara berlangsung, seringkali dilakukan briefing antara pewawancara dan nara sumber, yang bertujuan untuk menjaga kelancaran wawancara. Hal ini dilakukan karena wawancara untuk media elektronik merupa kan “produk” tersendiri yang “dijual” kepada pemirsa/pendengar.

Sedangkan dalam media cetak, yang terpenting bagi pembaca adalah tulisan yang dibuat berdasarkan hasil reportase, sehingga proses wawancara tidaklah penting bagi mereka. Karena itu, wawancara untuk media cetak dapat berlangsung tanpa kemasan yang menarik ataupun briefing antara wartawan dengan nara sumber. Satu-satunya persiapan yang perlu dilakukan adalah persiapan wartawan itu sendiri, yang mencakup bahan wawancara dan pengetahuan umum mengenai materi wawancara. Sedangkan proses wawancaranya dapat berlangsung dalam berbagai situasi dan tempat. Bisa di kantor, di restoran sambil makan siang, lewat telepon, sambil berjalan menuju halaman parkir, sambil ngobrol, dan sebagainya (dari berbagai sumber yang direduksi)

Senin, 31 Januari 2011

RANGKAIAN KONTROL SISTEM PLC

RANGKAIAN KONTROL SISTEM PLC

PLC adalah device kontrol yang juga membutuhkan sistem kontrol pendukung sebagaimana device-device kontrol lainnya, dan untuk mengaktifkan kerja dari device ini maka dibutuhkan sumber tegangan dari luar yang disusun dalam sebuah sistem kontrol yang bertujuan untuk mengatur dan melindungi sistem.
Ada 3 sistem kontrol pendukung yang harus diinstal pada sistem kontrol PLC yaitu :
1. kontrol rangkaian daya yang mensuplai tegangan sumber ke PLC dan untuk sumber cadangan bagi penambahan sistem.
2. kontrol rangkaian input yang mensuplai tegangan sumber ke inputan PLC dan
3. kontrol rangkaian output yang mensuplai tegangan sumber ke outputan PLC.
Dan ketiga rangkaian kontrol diatas berfungsi untuk :
a. melindungi sistem dari arus beban lebih dan arus tanah
b. memberikan layanan energi listrik bagi PLC termasuk semua device input/output,
c. meng-isolir keadaan error/alarm yang terjadi pada PLC
d. memberikan layanan sumber tegangan untuk komputer /notebook yang digunakan untuk keperluan pemeliharaan, monitoring dan trouble shooting.
e. Melindungi sistem PLC dari gangguan riak-riak tegangan dan freukwensi yang tidak diinginkan.

Rangkaian daya
Ada beberapa komponen utama pada rangkaian daya yaitu :
1. Sumber tegangan sistem
Sumber tegangan ini sama dengan sumber tegangan yang ada pada induksi pada umumnya yaitu 380 V dan 220 V untuk standar tegangan di Indonesia.

2. Transformator
Device ini berguna untuk menurunkan atau menaikkan tegangan sehingga diperoleh tegangan output (sekunder) sesuai dengan tegangan kerja sistem antara PLC jika yang ada bertegangan kerja 100V (device standar Jepang) maka diperlukan step down trafo input 380 V dan 100 V.


3. Power Supply
Device ini berguna untuk menyearahkan tegangan AC menjadi tegangan DC yang dibutuhkan untuk sumber tegangan kerja pada type PLC tertentu.

4. Breaker
Breaker berguna untuk memutuskan –menghubungkan rangkaian dari sumber tegangan, istilah ini bisa terjadi pada saat kondisi overload,hubung singkat dan untuk pemeliharaan, rating teganganpun harus dipilih sesuai dengan kapasitas beban yang dilayaninya, dalam hal ini harus dihitung besarnya daya pada transformator yang melayani device-device seperti power supply,PLC, Relai dan lain-lain.

5. Earth Leakage Breaker (ELB)
Kegunannya hampir sama dengan breaker biasa yaitu memutus-menghubungkan rangkaian dari sumber tegangan, hanya saja ELB memiliki fungsi khusus yaitu mengisolir sistem dari gangguan hubungkan tanah.gangguan hubung tanah yang dimaksudkan disini yaitu adanya arus bocor dari sistem ketanah/Ground sehingga bisa menyebabkan adanya potensi tegangan sentuh yang berbahaya pada keselamatan manusia. ELB akan memutuskan sistem jika dideteksi adanya arus bocor beberapa miliampere saja tergantung rating dari ELB tersebut.

6. Circuit Protektor
Sebagaimana fungsi breaker, circuit protektor berfungsi khusus untuk melindungi rangkaian dari gangguan arus lebih dan hubung singkat, dan bisa dikatakan bahwa circuit protektor adalah breaker dengan rating arus kecil untuk melindungi rangkaian kontrol.

7. Noise Filter
Device ini berguna untuk menfilter adanya riak-riak tegangan freukuensi yang memasuki sistem sehingga outputnya selalu menghasilkan tegangan dan freukuensi yang tidak mengganggu sistem kontrol PLC, Device ini berupa hubungan seri pararel dari Induktor dan Capasitor yang mampu meredam khususnya freukuensi-freukuensi liar.

8. Relay
Sebagaimana diketahui bahwa relay akan selalu ada dalam sistem kontrol bagaimana jenis dan bentuk sistem yang dipakai, manfaatnya dalam mengatur kondisi off-on device menyebabkan relay dipakai dalam sistem rangkaian daya untuk sistem kontrol.

9. Maintenance Source
Device ini sama dengan stop kontak biasa yang memberikan sumber tegangan kerja untuk komputer/notebook bagi keperluan pemeliharaan, memonitoring dan troubleshooting sistem kontrol PLC.
DIAGRAM KONTROL RANGKAIAN DAYA

DASAR – DASAR PLC

Programmable logic Control
PLC adalah peralatan/ device yang penggunannya dapat memprogram untuk menghasilkan serentetan atau urutan dari sebuah event atau kejadian, kejadian atau event ini diperoleh dari sebuah trigger (input ON atau OFF) yang diterima oleh PLC. Berdasarkan logika program yang ada PLC mengolah data Input dan memberikan hasil berupa Output yang identik dengan logika ON dan OFF, hasil output PLC ini akan mengaktifkan atau sebaliknya dari peralatan listrik yang terhubung ke output PLC.
Dalam materi telah dijelaskan bagaimana peranan relay dalam system kontrol, dan disini akan dibahas hubungan antara relay dan PLC sebagai sama-sama-device kontrol.
PLC mengambil sistem kerja dari relay dimana ada coil (termasuk instruksi-instruksi) dan kontak yang mencerminkan kondisi dari coil/instruksi tersebut, jika coil atau instruksi itu aktif maka kontak-kontaknya akan berubah status. Tetapi PLC adalah sebuah device terprogram sehingga kemampuannya dalam menyediakan data-data, mengolah, menghitung dan kecepatan prosesnya tidak bias disamakan dengan relay. Karena PLC bekerja berdasarkan sistem olah data electronic yang mampu memberikan banyak alternatif olah data seperti angka, timer, counter, register, dan lain-lain, sedangkan relay bekerja berdasarkan system kerja elektromagnetik yang terbatas pada pengkondisian on-off saja.
PLC juga menyediakan kontak-kontak yang tak terbatas jumlahnya untuk setiap coil outputan, dan tentu saja jumlah kontak ini menjadi relative terbatas sesuai kemampuan memory dari PLC itu sendiri. Kemampuannya dalam mengolah data terprogram inilah yang menyebabkan PLC menjadi device paling utama dalams ebuah system automatisasi, sedangkan relay akan tetap dipergunakan sebagai device pendukungnya.


Jika diasosiasikan lebih lanjut maka PLC adalah kumpulan dari banyak sekali relay ( coil/instruksi output dan kontak) yang satu sama lain akan saling berhubungan sesuai dengan program yang telah disimpan membentuk urutan dari sebuah kejadian/ proses yang akan datang dari inputan PLC dan menghasilkan output program yang mengatur kondisi ob/off dari device outputan Plc itu sendiri.

Kelebihan PLC
1. Simple Dalam Bentuk Dan Ukurannya
Dengan menggunakan sistem kontrolPLC maka hanya dibutuhkan box control dengan size yang lebih kecil dibandingkan dengan menggunakan sistem control relay.

2. Mudah Dalam Proses Perangkaiannya
Karena menggunakan sistem control yang terprogram, maka perangkaian untuk semua device I/O hanya dilakukan sekali dan susunan diagram garis sistem kontrolnya sangat mudah untuk dirangkai walaupun oleh seorang pemula sekalipun.

3. Menghemat Waktu Modifikasi
Perubahan alur control tidak merubah rangkaian I/O pada PLC karena hanya merubah program saja, sedangkan pada control relay harus merubah rangkaian kabel yang sangat rumit dan memakan waktu lama.dalam aktualnya sebuah sistem kontrol tidak bisa dituangkan dalam sebuah program jadi yang dijamin akan berjalan sebagaimana mestinya, tetapi membutuhkan trial dan error sampai dicapai sebuah hasil program yang memuaskan, hanya dengan merubah program saja tentu perubahan menuju sistem kontrolyang memuaskan tidak terlalu rumit. Jika menggunakan kontrol relay dengan sistem kontrol yang komplexs bisa dipastikan tidak akan mungkin bisa mengejar schedule yang telah ditetapkan untuk mencapai system control yang memuaskan.

4. Flexible
Sistem control PLC sangat Flexible terhadap perubahan dan modifikasi sitem yang dikontrolnya, bahkan penambahan I/O atau device sangat memungkinkan tergantung dari persyaratan hardware PLC itu sendiri. Bahkan PLC mampu link dengan system lain yang memenuhi persyaratan tertentu seperti robot, touch panel dan aplikasi program computer.

5. Mudah Dalam Pemeliharaan Dan penemuan masalah
Karena tidak tergantung pada relay, maka pemeliharaannya terbatas pada terminal I/O, backup data, battery dan pengkondisian suhu dimana PLC ditempatkan. Untuk kontrol relay maka harus dilakukan secara rutin inspeksi terhadap semua relay yang terpasang karena mudah sekali terganggu dengan adanya polusi logam ringan yang sering menutupi kontak-kontak relay, pelacakan terhadap trouble yang terjadi juga sangat mudah karena bisa dimonitoring lewat computer.

6. Ekonomis
Untuk mengontrol mesin-mesin yang melibatkan servo motor, timer bertingkat, counter bertingkat, robot, touch panel, data register, dan sejenisnya maka penggunaan PLC sangat ekonomis dibandingkan dengan menggunakan kontrolkonvensional yang kadang- kadang tidak sanggup untuk mengontrol sistem yang kompleks.

Hardware Sistem Kontrol PLC :
a. Sumber daya : adalah sumber energi listrik dengan tegangan kerja untuk mengaktifkan semua komponen dalam PLC. Tegangan kerja 100 – 240 VAC.
b. Input : adalah terminal yang terhubung ke peralatan yang menggunakan device switch atau saklar, hanya dikenal 2 kondisi pada terminal input yaitu On dan Off. Atau dalam logika dikenal bilangan biner 1 dan 0.
c. MPU atau main processing Unit : Element PLC dimana program dipanggil, disimpan dan diolah.
d. Output ; adalah terminal PLC yang mencerminkan hasil olah program yang akan mengontrol On atau Off sebuah device yang terhubung ke terminal ini.
e. Power supply internal : yaitu sumber energi DC biasanya 24 volt yang dihasilkan oleh PLC sebagai hasil proses penyearah tegangan AC, tegangan 24 VDC ini diperlukan untuk sumber tegangan pada terminal input. Tidak semua PLC mempunyai fasilitas ini sehingga diperlukan sumber 24 VDC dari luar jika PLC tidak menyediakannya.
f. Programming port : yaitu tempat menstransfer dan memonitor kinerja program PLC baik dari PC ke PLC atau sebaliknya.
g. Run/Stop switch : yaitu switch untuk memilih mode kerja PLC yang diinginkan, jika ingin mengaktifkan program digunakan RUN dan jika ingin menstransfer program baru dari PC ke PLC digunakan STOP.

Yang Diperlukan Untuk memprogram PLC
a. sebuah console atau programming tools yang diperlukan untuk membuat program, menstransfer, mengedit, dan memonitor kinerja program PlC.
b. Sebuah Opto- kabel interface RS232/RS242 untuk komunikasi antara console/PC dan PLC, Interface ini dipakai pada saat menstransfer/ memanggil dan memonitor program PLC.
c. Sebuah personal Computer (PC) : jika console tidak ada, maka PC lebih Flexible dan mudah dalam membuat, mengedit, menstransfer dan memonitor program PLC.
d. Software PLC : jika digunakan PC, maka harus ada software pemrograman dari PLC yang bersangkutan.

Aplikasi PLC Sederhana

Cetak
  
Selasa, 25 November 2008 15:27
Sekarang mari kita bandingkan sebuah rangkaian relay dalam bentuk simbol elektronik dengan simbol logik PLC. Seperti pada artikel Relay, kita bisa membayangkan cara kerja PLC seperti cara kerja pada rangkaian relay tersebut.
Di bawah ini adalah simbol rangkaian elektronik yang terdiri dari SW1, SW2, Relay (Coil) dan Battery (power supply).
Simbol Rangkaian Elektronik
Pada rangkaian di atas relay akan ON (menutup) apabila kedua saklar yaitu SW1 dan SW2 kita tutup. Sekarang kita ubah simbol elektronik di atas menjadi diagram Ladder yang biasa digunakan pada PLC. Maka akan tampak seperti di bawah ini:
Aplikasi Sederhana
SW1 dan SW2 digambarkan dengan lambang LD (Load) input, sedangkan Coil dilambangkan dengan Out. Dan semuanya dibuat dalam satu baris (istilah dalam PLC adalah Rung/ anak tangga). Sedangkan garis vertikal di dua sisi adalah bisa kita anggap power supply. Instruksi END merupakan tanda akhir baris pada instruksi PLC. Pada beberapa type PLC instruksi ini mutlak dimasukan, tetapi ada juga beberapa PLC yang tidak memerlukan instruksi ini untuk menandakan akhir suatu program PLC.
Untuk lebih memahami kita coba menggunakan software ZEN dari OMRON yang mempunyai fasilitas Simulasi PLC. Jika anda belum punya, bisa coba download di sini. Perhatikan gambar printscreen dari program ZEN di bawah ini yang identik dengan gambar di atas.
 
Aplikasi 1
 
Gambar di atas semua input dan output dalam kondisi OFF. Berikut ini SW1 dalam kondisi ON yang ditunjukkan dengan warna hijau pada I0,
 
Aplikasi PLC
 
Gambar berikut ini menunjukkan SW2 (I1) dalam kondisi ON,
 
Aplikasi PLC
 
Dan gambar terakhir kondisi kedua switch ON, yang berarti output juga ON,
 
aplikasi PLC
 
Dari gambar-gambar di atas dapat diambil gambaran, bagaimana sebuah PLC bekerja. Kalo kita gunakan teori Aljabar Boole, pasti akan lebih paham. Output akan ON (menyala) jika kedua input ON (menyala). Ini sama dengan pernyataan AND pada operasi Boolean.
Memang cara kerja PLC adalah menggunakan prinsip Aljabar Boole, seperti tabel di bawah ini:
 
 Pernyataan 1 (SW1) Pernyataan 2 (SW2Hasil (Coil) 
 True True True
 True False False
 False True False
 False False False
 
Atau lebih jelasnya dengan gambar berikut, di mana I0 dan I1 sama dengan Sw1 dan Sw2, Q0 sama dengan Coil (output):
Aplikasi PLC
 
Mudah-mudahan pemaparan di atas mudah dipahami.

MEMAHAMI SISTEM KERJA PLC

Untuk memahami kerja PLC maka harus memahami terlebih dahulu prinsip kerja Relay , dimana relay memiliki coil yang disuplai oleh sumber tegangan dan kontak yang menghubungkan dua terminal.

Prinsip kerja relay : jika diberi sumber tegangan kerja maka semua kontak-kontaknya akan berubah status. Kontak NO menjadi close dan kontak NC menjadi open.

Prinsip kerja PLC signal dari device input (on/off) akan mengaktifkan coilo semua (input) yang mencerminkan masing-masing device input (dalam hal ini disimpan dalam sebuah memory data input) coil semua ini akan mengontrol kondisi on/off internal kontak yang tersusun dalam sebuah program PLC/Ladder diagram (programing & prossesing).

Sesuai prinsip logika relay, PLC akan mengolah program secara urut dan kontinyu (loop) sehingga menghasilkan sebuah hasil program berupa kondisi on/off internal coil outputan yang disimpan dalam memory data outputan dan latch memory. Internal coil outputan ini yang sudah tersimpan dalam memory ini akan mengontrol kontak output semu yang menghubungkan device output dan sumber tegangan.






Sebagai contoh lihat gambar diatas :
a. di dalam PLC diassosiasikan memiliki coil bayangan/semu MX...dan kontak semu MY...(masing-masing adalah memori data input dan output)
b. Coil MX...mendapat suplai tegangan 24Vdc melalui input PLC yaitu tombol X0 dan tombol X1
c. Kontak MY... mendapat suplai tegangan misal 220 Volt yang memikul beban lampu Y0 dan Y1 melalui kontak bayangan MY.......
d. Jika tombol X0 ditekan (walaupun sebentar), maka coil bayangan MX0 akan bekerja sehingga kontak-kontaknya akan berubah status. Coil bayangan MX0 ini akan merubah status kontak yang berada dalam bahasa pemrograman PLC. Dalam hal ini kontak X0 akan menjadi close (tertutup) walaupun tombol X0 dilepas, kontak Y0 akan mengunci sampai tombol X1 dilepas.
e. Karena kontak X) tertutup, maka coil Y0 akan bekerja dan merubah status kontak MY0 menjadi tertutup, dalam hal ini lampu L1 akan mendapat suplai tegangan dan menyala.
f. Jika tombol X2 ditekan, maka coil bayangan MX1 akan bekerja dan mengubah status kontak NC dalam bahasa pemrograman menjadi terbuka, dalam hyal ini coil Y0 menjadi tidak aktif.
g. Karena coil Y0 non aktif, maka kontak bayangan MY0 terbuka dan lampu L1 mati.
PRINSIP KERJA LEDEAR DIAGRAM PADA PLC

Dalam dunia kendali, Ladder Diagram sudah menjadi hal yang tidak asing lagi. Ladder Diagram adalah metoda pemrograman yang umum digunakan pada PLC. Ladder Diagram merupakan tiruan dari logika yang diaplikasikan langsung oleh relay. Ladder Diagram banyak mengurangi kerumitan yang dihadapi oleh teknisi untuk menyelesaikan tujuannya. Tapi bagaimanakah Ladder Diagram itu bekerja? atau dengan kata lain, bagaimana sebenarnya representasi dari Ladder Diagram itu sehingga bisa menyusun logika-logika boolean?
Sebelum membahas ke permasalahan utama, ada baiknya kita mengerti dulu apa itu relay. Relay adalah peralatan sederhana yang menggunakan medan magnetik untuk mengontrol saklar, seperti pada gambar berikut.

Relay
Gambar 01. Relay

Ketika tegangan diberikan pada masukan koil, arus yang tercipta menghasilkan medan magnetik. Medan inilah yang akan menarik saklar metal ke arahnya dan akan menyentuh bagian saklar yang lain. Akibat dari mekanisme ini adalah rangkaian yang sebelumnya rangkaian terbuka menjadi rangkaian tertutup. Sifat relay yang seperti ini (menjadi rangkaian tertutup setelah diberikan tegangan) disebut dengan normally open. Dengan demikian, normally closed relay adalah relay yang akan menjadi rangkaian terbuka setelah diberikan tegangan. Umumnya, relay digambarkan oleh diagram skematik menggunakan sebuah lingkaran yang menggambarkan koil masukan. Kontak output ditunjukkan oleh dua garis paralel. Kontak normally open digambarkan dengan 2 garis dan akan terbuka (non-conducting) apabila tidak diberikan energi. Normally closed adalah yang sebaliknya dan digambarkan oleh dua garis dengan garis diagonal yang memotong kedua garis tersebut. Saat tidak diberikan energi, keadaan relay adalah tertutup (conducting).
Relay digunakan agar keadaan satu sumber (terbuka atau tertutup) energi dapat mengatur keadaan sumber energi (terbuka atau tertutup) lainnya yang biasanya memiliki arus yang lebih besar dan kedua sumber energi ini saling terisolasi satu sama lain (tidak terhubung secara langsung). Relay merupakan komponen utama dalam PLC. Contoh sederhana dari penggunaan relay ditunjukkan oleh gambar berikut.

Analogi Ladder Diagram
Gambar 02. Analogi Ladder Diagram

Pada sistem ini, relay pertama pada gambar kiri bersifat normally closed dan akan mengalirkan arus terus hingga terdapat tegangan yang diaplikasikan pada relay ini (input A). Relay kedua adalah normally open dan tidak akan mengalirkan arus sampai ada tegangan yang diaplikasikan ke relay ini (input B). Jika arus mengalir pada kedua relay yang pertama, maka arus juga akan mengalir pada relay ketiga dan akan menutup saklar pada output C. Rangkaian seperti ini umum digambarkan pada skematik Ladder Diagram pada gambar tersebut. Secara logika, diagram ini dapat dibaca sebagai berikut: C akan “on” ketika A “off” dan B “on”.
Dalam logika Boolean dirumuskan sebagai C = A’.B

Skematik Gerbang Digital yang Ekivalen
Gambar 03. Skematik Gerbang Digital yang Ekivalen

Gambar berikut ini merupakan contoh yang lebih kompleks pada aplikasi dalam PLC, dengan 2 buah tombol pada input.

Contoh Aplikasi dalam PLC
Gambar 04. Contoh Aplikasi dalam PLC